AsalUsul Keris Ada beberapa teori yang berusaha menjelaskan tentang asal-usul penggunaan keris di Nusantara. Teori yang pertama dikemukakan oleh G.B. Gardner dalam bukunya yang berjudul Keris and Other Malay Weapon (1936). Oleh Gardner, keris dianggap sebagai perkembangan tingkat lanjut dari jenis senjata tikam zaman prasejarah yang terbuat
Siapa Arya Penangsang? Pasti kalian udah familiar banget dengan tradisi pernikahan adat Jawa yang menggunakan rangkaian atau 'ronce' bunga melati. Roncean bunga melati biasanya digunakan baik itu oleh pengantin pria maupun pengan perempuan. Pada pengantin perempuan, roncean bunga melati biasanya digunakan pada bagian sanggul hingga menjulur ke bagian dada. Namun ada juga yang menjulur sampai ke bagian pinggah. Sedang untuk pengantin pria terdapat pada dua bagian. Bagian pertama adalah ronce bunga melati sebagai kalung, lalu bagian kedua adalah ronce bunga melati yang diletakkan pada keris yang disematkan pada 'kain jarik' pengantin pria. Usut punya usut, roncean bunga melati punya filosofi yang dalam. Konon, penggunaan ronce bunga melati pada pengantin pria adalah simbol dari 'uraian usus' milik Arya Penangsang, yang merupakan musuh raja pertama Kerajaan Mataram. Arya Penangsang diperkirakan hidup pada abad-17. Arya Penangsang atau juga disebut sebagai JI Pang Kang terluka parah saat bertarung dengan Sutawijaya yang berasal dari Kerajaan Pajang. Perutnya tertusuk tombak Kyai Plered milik Sutawijaya. Akibatnya, usus Arya Penangsang terurai keluar. Saking saktinya, Arya Penangsang tak meregang nyawa. Bahkan dia malah melingkarkan ususnya di warangka atau sarung keris yang berada dipinggungnya. Disebutkan bahwa Arya Penangsang mampu mengalahkan Sutawijaya. Namun nahas, Arya Penangsang malah tewas saat dia tak sengaja menebas ususnya sendiri. Saat akan memasukkan kerisnya kembali ke warangka. 2 dari 2 halaman Ronce Melati Usus-Ususan Ronce melati disebut sebagai penghargaan bagi tindakan Arya Penangsang. Menurut info dari laman Mojok, kisah Arya Penangsang termuat dalam Babad Tanah Jawi yang merupakan naskah sejarah para Raja-Raja Jawa. Hingga kini, rangkaian melati yang digunakan pengantin pria lazim disebut sebagai 'Roncean Usus-Usus' Alasan kenapa bunga melati dipilih menjadi simbol usus Arya Penangsang adalah filosofi di baliknya. Bunga melati disebut sebagai lambang kesucian dan budi luhur. Aromanya yang harus semerbak, bunganya yang selalu tumbuh sepanjang tahun membuat bunga melati dianggap spesial. Salah satu spesies bunga melati bahkan juga dinobatkan sebagai salah satu bunga bangsa. Nah itu dia ternyata makna ronce melati yang digunakan oleh para pengantin Jawa. Gimana nih menurutmu? Baca Juga Semarak Tradisi Perayaan Idul Kurban di Turki, Ramai-Ramai Mudik Hingga Percantik Hewan Kurban Unik, Negara Ini Punya Tradisi Memandikan dan Menghias Hewan Kurban Sebelum Disembelih 5 Fakta Unik Tradisi Barapen Papua, Ritual Masak Besar Pakai Batu yang Dibakar! Kesulitan Terima Tamu Saat Pandemi, Para Geisha Jepang Sampai Harus Buka Layanan Online Tato Wajah, Standar Kecantikan Perempuan Suku Chin Myanmar yang Mulai Punah Sore Ini Matahari Berada Tepat di Atas Kabah, Kesempatan Umat Islam Untuk Luruskan Arah Kiblat
Ronceanusus-usus menjadi hiasan pada keris mempelai laki-laki dalam pernikahan adat Jawa. (Instagram/misstcs_) Yap, konon, kisah inilah yang menjadi ihwal pemakaian ronce melati pada mempelai laki-laki dalam adat Jawa. Rangkaian melati itu diletakkan melingkar pada warangka keris dengan bentuk menyerupai usus, sehingga diberi nama Roncean Usus-Usus. Nama Pusaka Keris Melati Rinonce Dapur / Bentuk Tilam Upih Pamor / Lambang / Filosofi Melati Rinonce Tangguh / Era Pembuatan / Estimasi Kerajaan Mataram Tahun Pembuatan Abad 14-16 Model Bilah Pusaka Lurus Panjang Bilah-Pesi Keris 35,3 CM Panjang Seluruh Keris 42,5 CM Asal Usul Pusaka Temuan di Petilasan Warangka Warangka Gayaman Surakarta, Pendok Ukir Kuno Bernilai Tinggi Garansi Kami Pusaka Dijamin Kuno / Sepuh. Yoni / Tuah / Khasiat MELATI RINONCE. Bentuknya mirip pamor Rante tetapi umumnya bulatannya lebih kecil dan tidak berlubang. Bulatan itu berupa pusaran pusaran mirip dengan pamor Udan Mas tetapi agak lebih besar sedikit. Tuahnya mencari jalan rejeki dan menumpuk kekayaan, rejeki berlimpah, mudah mencari rejeki, kelancaran rejeki berbagai bidang, untuk pergaulan juga baik, pamor ini tidak memilih dan bisa digunakan siapa saja. Keterangan Tambahan Untuk Keris Kuno Pamor Melati Rinonce tergolong Langka. Hubungi Kami di BlackBerry 2B1 88008 Phone +6285 2939 88885 Sms +6285 2939 88885 WhatsApp +6285 2939 88885 Line pusakadunia WeChat pusakadunia Instagram pusakadunia
\n\n asal usul keris melati ronce
Padaperkembangannya, bahasa ini lebih popular dengan penyebutan Bahasa Kawi. Sesuai dengan makna harfiahnya, Kawi berarti pujangga. Bahasa Kawi berarti bahasa yang digunakan oleh para pujangga. Pada jaman dahulu bahasa Sansekerta atau bahasa Kawi memang digunakan oleh para cendekiawan, ilmuwan, dan bangsawan.
Mungkin juragan pernah melihat keris berkalung bunga melati ronce yang digunakan oleh pengantin pria Jawa. Bagaimana sejarahnya keris tersebut?Menurut babad tanah jawa, tradisi keris pengantin jawa tersebut berawal dari keris milik Raden Harya Penangsang aryo penangsang, adipati Jipang Panolan pada masa kerajaan Demak Bintaro di Jawa Tengah sekitar abad ke16. Dikisahkan, raden Haryo Penangsang adalah seorang penguasa sekaligus pendekar sakti mandraguna tanpa tanding di tanah jawa. Namun sang pendekar pilih tanding ini terjebak oleh sifatnya yang keras dan pemarah brangasan, sehingga dia bisa dikalahkan oleh seorang pendekar muda bernama Raden Sutawijaya, putra angkat Hadiwijaya alias Jaka Tingkir joko tingkir, raja Demak. Suatu ketika terjadi pertempuran diatas kuda antara kedua pendekar sakti tersebut di daerah Bengawan Sore, Jawa Tengah. Aryo Penangsang menunggang kuda jantan yang bernama Gagak Rimang dan bersenjatakan keris sakti bernama Kyai Setan Kober, sedangkan Raden Sutawijaya menunggang kuda betina dengan bersenjatakan tombak sakti Kyai Pleret. Dalam pertarungan satu lawan satu tersebut Aryo Penangsang terkena tombak kyai pleret milik Sutawijaya, dan akhirnya ususnya terburai keluar. Namun Arya penangsang dengan sigap mengalungkan buraian ususnya di keris yang terselip dipinggangnya dan melanjutkan pertempuran dengan tangan kosong hingga akhirnya Sutawijaya terdesak dan berhasil ditaklukkan. Sesuai tradisi pendekar berwatak jantan di tanah jawa, Aryo Penangsang tidak mau menghabisi musuhnya dengan sembarang senjata, tapi harus menggunakan sesama senjata pusaka. Namun sayang, disaat Aryo Penangsang hendak mencabut keris pusaka untuk menghabisi Sutawijaya, ususnya yang terlilit di sarung keris terpotong oleh kerisnya sendiri hingga putus. Dan akhirnya Aryo Penangsang gugur di medan laga. Semua bala tentara Aryo Penangsang maupun bala tentara Sutawijaya yang menyaksikan duel maut tersebut memberikan hormat atas kegagahan dan kejantanan Raden Aryo Penangsang. Bahkan pendekar Sutawijaya beserta para punggawa juga memberikan hormat atas keteladanan Aryo Penangsang. Disaat nafas terakhir, Aryo Penangsang berwasiat kepada putranya yang ikut mendampinginya di medan laga. Pesannya, jika kelak putranya menjadi pengantin nanti agar mengalungkan bunga melati pada keris dan diselipkan di pinggangnya untuk mengenang ayahanda tercinta, serta untuk mewarisi kegagahan dan kejantanan ayahnya yang gagah berani. Bunga melati tersebut diibaratkan sebagai usus Arya Penangsang yang diselipkan di sarung keris saat bertempur di medan laga. Keris Pengantin Pria Jawa, Foto Sejak saat itu dalam busana pengantin pria jawa pasti menggunakan keris berkalung bunga melati ronce yang diselipkan dipinggangnya. Tradisi ini tetap digunakan hingga sekarang. Sekian dulu coretan dari juragan cipir tentang asal-usul keris berkalung bunga melati yang dikenakan oleh pengantin pria jawa, semoga bermanfaat bagi tuan dan nyonya juragan. Terima kasih. Berikutnya>> Kepercayaan Jawa Tentang Adanya Mbah Danyang Saya hanyalah seorang blogger biasa yang ingin berbagi pengalaman kepada pembaca melalui blog ini. Ilmu yang bermanfaat harus disampaikan kepada orang lain sebelum kita kembali padaNya. Indri Lidiawati
Homeasal usul keris nogo welang. asal usul keris nogo welang . Habis. Jual Keris Nogo Welang Luk 13 Kamardikan Antik Unik Istimewa. Rp 1.750.000 . TERMAHAR. Cari untuk: Semua Kategori.
KERIS adalah senjata tradisional khas Indonesia yang dalam perkembangannya budaya keris mengikuti perjalanan sejarah dan kini budaya ini telah tersebar hingga ke negara-negara lain. Selain Indonesia, negara yang kini memiliki budaya ini adalah Malaysia, Brunei Darussalam, Kamboja, Thailand dan Di Pulau Jawa, keris digolongkan sebagai salah satu cabang budaya tosan aji. Selain itu, karena budaya tosan aji memang bermula dan Pulau Jawa, banyak istilah perkerisan dari daerah ini yang juga digunakan di daerah-daerah lainnya. Di Pulau Jawa, juga disebut curiga, duwung, atau wangkingan. Di Pulau Bali, senjata itu disebut kadutan atau kedutan. Di daerah lain, sebutan lain di antaranya adalah tappi, selle, gayang, kres, kris atau karieh. Budaya ini sudah dikenal oleh orang Barat setidaknya sejak abad ke-17. Catatan tertua mengenai ada-nya keris di Inggris menyebutkan bahwa pada tahun 1637, sudah dimiliki oleh seorang kolektor. Sedangkan Museum Denmark mengkoleksi keris sejak tahun 1647. Istilah keris, selain nama padanannya yang lain, digunakan oleh semua suku bangsa di Indonesia. Istilah ini bahkan juga dipakai oleh orang Brunei dan Malaysia, tetapi sebagian orang Barat ada yang masih ragu untuk memilih penggunaan kata dan ejaan keris atau kris atau kriss. Edward Frey penulis buku The Kris, Mystic Weapon of the Malay World dalam kata pengantar bukunya mengemukakan bahwa is tidak menemukan alasan untuk mengganti penulisan ejaan “kris”, yang sudah digunakan lebih 150 tahun oleh para peneliti Barat. Disebutkan pula beberapa contoh penulis Barat yang menggunakan istilah keris, di antaranya Raffles yang memakai istilah kris sejak tahun 1817; Wallace sejak 1869; McNair sejak 1882, Groneman sejak 1910, dan sederet penulis dan peneliti Barat lainnya Penulis Barat yang menggunakan istilah kriss, juga ada, di antaranya adalah Forbes 1885; Huyser 1918; dan Buttin 1933. Sedangkan yang masih menggunakan istilah “keris”, di antaranya adalah Wolley, Hill, Gardner, dan juga Garret & Bronwen Solyom. merupakan hasil seni tempa, yang bahan-bahannya harus terdiri dari sedikitnya dua jenis logam, tetapi yang baik dibuat dari tiga jenis logam, yaitu besi, bahan pamor, dan baja. Dengan demikian, sebuah benda yang dibuat dengan cara dicor atau dicetak tidak digolongkan sebagai keris, walaupun bentuknya persis. Selain itu, harus selalu condong ke depan, tunduk. Sebuah benda yang tegak dan lurus seperti be-lati, tidak bisa dianggap sebagai keris. Asal usul keris tosan aji dan senjata tradisional lainnya menjadi khasanah budaya Indonesia, tentunya setelah nenek moyang kita mengenal besi. Berbagai bangunan candi batu yang dibangun pada zaman sebelum abad ke-10 membuktikan bahwa bangsa Indonesia pada waktu itu telah mengenal peralatan besi yang cukup bagus, sehingga mereka dapat menciptakan karya seni pahat yang bernilai tinggi. Namun apakah ketika itu bangsa Indonesia mengenal budaya keris sebagaimana yang kita kenal sekarang, para ahli baru dapat meraba-raba. Gambar timbul relief paling kuno yang memperlihatkan peralatan besi terdapat pada prasasti batu yang ditemukan di Desa Dakuwu, di daerah Grabag, Magelang, Jawa Tengah. Melihat bentuk tuhsannya, diperkirakan prasasti tersebut dibuat pada sekitar tahun 500 Masehi. Huruf yang digunakan, huruf Pallawa. Bahasa yang dipakai ada-lah bahasa Sanskerta. Prasasti itu menyebutkan tentang adanya sebuah mata air yang bersih dan jernih. Di atas tulisan prasasti itu ada beberapa gambar, di antaranya trisula, kapak, sabit kudi, dan belati atau pisau yang bentuknya amat mirip dengan buatan Nyi Sombro, seorang empu wanita dari zaman Pajajaran. Ada pula terlukis kendi, kalasangka, dan bunga teratai. Kendi, dalam filosofi Jawa Kuno adalah lambang ilmu pengetahuan, kalasangka melambangkan keabadian,m sedangkan bunga teratai lambang harmoni dengan alam. Sudah banyak ahli kebudayaan yang membahas tentang sejarah keberadaan dan perkembangan tosan aji . GARDNER pada tahun 1936 pernah berteori bahwa keris adalah perkembangan bentuk dari senjata tikam zaman prasejarah, yaitu tulang ekor atau sengatikan pan dihilangkan pangkalnya, kemudian dibalut dengan kain pada tangkainya. Dengan begitu senjata itu dapat di-genggam dan dibawa-bawa. Maka jadilah sebuah senjata tikam yang berbahaya, menurut ukuran kala itu. Sementara itu GRIFFITH WILKENS pada tahun 1937 berpendapat bahwa budaya itu baru timbul pada abad ke-14 dan ke-15. Katanya, bentuk keris merupakan pertumbuhan dari bentuk tombak yang banyak digunakan oleh bangsa-bangsa yang mendiami kepulauan antara Asia dan Australia. Dari mata lembing itulah kelak timbul jenis senjata pendek atau senjata tikam, yang kemudian dikenal dengan nama keris. Alasan lainnya, lembing atau tombak yang tangkainya panjang tidak mudah dibawa ke mana-mana, sukar dibawa menyusup masuk hutan. Karena pada waktu itu tidak mudah orang mendapatkan bahan besi, mata tombak dilepas dan tangkainya sehingga menjadi senjata genggam. Lain lagi pendapat BARNET KEMPERS. Pada tahun 1954 ahli purbakala itu menduga bentuk prototipe keris merupakan perkembangan bentuk dari senjata penusuk pada zaman perunggu. kris yang hulunya berbentuk patung kecil yang menggambarkan manusia dan menyatu dengan bilahnya, oleh Barnet Kempers tidak dianggap sebagai barang yang luar biasa. Katanya, senjata tikam dari kebudayaan perunggu Dongson juga berbentuk mirip itu. Hulunya merupakan patung kecil yang menggambarkan manusia sedang berdiri sambil berkacak pinggang malangkerik, bahasa Jawa. Sedangkan senjata tikam kuno yang pernah ditemukan di Kalimantan, pada bagian hulunya juga distilir dari bentuk orang berkacak pinggang. Perkembangan bentuk dasar senjata tikam itu dapat dibandingkan dengan perkembangan bentuk senjata di Eropa Di benua itu, dulu, pedang juga distilir dari bentuk manusia dengan kedua tangan terentang lurus ke samping. Bentuk hulu pedang itu, setelah menyebarnya agama Kristen, dikembangkan menjadi bentuk yang serupa salib. Dalam kaitannya dengan bentuk keris di Indonesia, hulu yang berbentuk manusia yang distilir, ada yang berdiri, ada yang membungkuk, dan ada pula yang berjongkok. Bentuk ini serupa dengan patung megalitik yang ditemukan di Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta. Dalam perkembangan kemudian, bentuk-bentuk itu makin distilir lagi dan kini menjadi bentuk hulu keris Di Pulau Jawa disebut deder, jejeran, atau ukiran dengan ragam hias cecek, patra gandul, patra ageng, umpak-umpak, dan sebagainya. Dalam sejarah budaya kita, patung atau arca orang berdiri dengan agak membungkuk oleh sebagian ahli di-artikan sebagai lambang orang coati. Sedangkan patung yang menggambarkan manusia dengan sikap sedang jongkok dengan kaki ditekuk, dianggap melambangkan kela-hiran, persalinan, kesuburan, atau kehidupan. Sama dengan sikap bayi atau janin dalam kandungan ibunya. Ada sebagian ahli bangsa Barat yang tidak yakin bahwa keris sudah dibuat di Indonesia sebelum abad ke-14 atau ke-15. Mereka mendasarkan teorinya pada kenyataan bahwa tidak ada gambar yang jelas pada relief candi-can-di yang dibangun sebelum abad ke-10. SIR THOMAS STAM-FORD RAFFLES dalam bukunya History of Java 1817 mengatakan bahwa tidak kurang dari 30 jenis senjata yang dimiliki dan digunakan oleh prajurit Jawa waktu itu termasuk senjata api, tetapi dari aneka ragam senjata itu, keris menempati kedudukan yang istimewa. Disebutkan dalam bukunya itu bahwa prajurit Jawa pada umumnya menyandang tiga buah sekaligus. tosan aji yang dikenakan di pinggang sebelah kiri berasal dari pem-berian mertua waktu pernikahan dalam budaya Jawa disebut kancing gelung. Keris yang dikenakan di pinggang kanan berasal dari pemberian orangtuanya sendiri. Selain itu berbagai tata cara dan etika dalam dunia perkerisan juga termuat dalam buku Raffles itu. Sayangnya dalam buku yang terkenal itu, penguasa Inggris itu tidak menyebut-nyebut tentang sejarah dan asal usul budaya keris. Sementara itu istilah `keris’ sudah dijumpai pada be-berapa prasasti kuno. Lempengan perunggu bertulis yang ditemukan di Karangtengah, berangka tahun 748 Saka, atau 842 Masehi, menyebut-nyebut beberapa jenis sesaji untuk menetapkan Poh sebagai daerah bebas pajak. Sesaji itu antara lain berupa kres, wangkiul, tewek punukan, wesi penghatap. Sedangkan wangkiul adalah sejenis tombak; tewek punukan adalah senjata bermata dua, semacam dwi-sula. Pada lukisan gambar timbul relief Candi Borobudur, Jawa Tengah, di sudut bawah bagian tenggara, tergambar beberapa orang prajurit yang membawa senjata tajam yang serupa dengan keris yang kita kenal sekarang. Di Candi Prambanan, Jawa Tengah, juga tergambar pada reliefnya, raksasa yang membawa senjata tikam yang serupa benar dengan keris. Di Candi Sewu, dekat Candi Prambanan, juga ada arca raksasa penjaga, yang menyelipkan sebilah senjata tajam, mirip keris. Sementara itu, edisi pertama dan kedua yang disusun oleh Prof. VAN DER Lint menyebutkan, sewaktu stupa induk Candi Borobudur, yang dibangun tahun 875 Masehi, itu dibongkar, ditemukan sebilah kris tua. Keris itu menyatu antara bilah dan hulunya. Tetapi bentuk itu tidak serupa dengan bentuk keris yang tergambar pada relief candi. Keris temuan ini kini tersimpan di Museum Ethnografi, Leiden, Belanda. Keterangan me-ngenai keris temuan itu ditulis oleh Dr. JUYNBOHL dalam Katalog • Kerajaan Belanda jilid V, tahun 1909. Di katalog itu dikatakan bahwa keris itu tergolong `keris Maja-pahit`, hulunya berbentuk patung orang, bilahnya sangat tua. Salah satu sisi bilah telah rusak. Keris, yang diberi nomor seri 1834 itu adalahpemberian HEYLIGERS, sekretaris kantor Residen Kedu, pada bulan Oktober 1845. Yang menjadi residennya pada waktu itu adalah Hartman. Ukuran panjang bilah keris temuan itu cm, panjang hulunya 20,2 cm, dan lebarnya 4,8 cm. Bentuknya lurus, tidak memakai luk. Mengenai keris ini, banyak yang menyangsikan apakah sejak awalnya memang telah diletakkan di tengah lubang stupa induk Candi Borobudur. Barnet Kempres sendiri menduga keris itu diletakkan oleh seseorang pada masa-masa kemudian, jauh hari setelah Candi borobudur selesai dibangun. Jadi bukan pada waktu pembangu-nannya. Ada pula yang menduga bahwa budaya ini sudah berkembang sejak menjelang tahun Masehi. Pendapat ini didasarkan atas laporan seeorang musafir Cina pada tahun 922 Masehi. Jadi laporan itu dibuat kira-kira zaman Kahuripan berkembang di tepian Kali Brantas, Jawa Timur. Menurut laporan itu, ada seseorang Maharaja Jawa menghadialikan kepada Kaisar Tiongkok “a short swords with hilts of rhinoceros horn or gold pedang pendek dengan hulu terbuat dari cula badak atau emas. Bisa jadi pedang pendek yang dimaksud dalam laporan itu adalah prototipe seperti yang tergambar pada relief Candi Borobudur clan Prambanan. Sebilah kerns yang ditandai dengan angka tahun pada bilahnya dtmiliki oleh seorang Belanda bernama Knaud cli Batavia pada zaman Belanda dulu. Pada bilah itu selain terdapat gambar timbul wayang, juga berangka tahun Saka 1264, atau 1324 Masehi. Jadi kira-kira sezaman dengan saat pembangunan Candi Penataran di dekat kota Blitar, Jawa Timur. Pada candi ini memang terdapat patung raksasa Kala yang menyandang kris pendek lurus. Gambar yang jelas mengenai keris dijumpai pada sebuah patung Siwa yang berasal dari zaman Kerajaan Singasari, pada abad ke-14. Digambarkan Dewa Siwa sedang memegang keris panjang di tangan kanannya. Jelas ini bukan tiruan patung Dewa Siwa dad India, karena di India tak pernah ditemui patung Siwa memegang kris. Patung itu kini tersimpan di Museum Leiden, Belanda. Pada zaman-zaman berikutnya, makin banyak candi yang dibangun di Jawa Timur, yang memiliki gambaran keris pada dinding reliefnya. Misalnya pada Candi Jago atau Candi Jajagu, yang dibangun pada tahun 1268 Masehi. Di candi itu terdapat relief yang menggambarkan Pandawa tokoh wayang sedang bermain dadu. Punakawan yang dilukis di belakangnya digambarkan sedang membawa keris. Begitu pula pada candi yang terdapat di Tegalwangi, Pare, dekat Kediri, dan Candi Panataran. Pada kedua candi itu tergambar relief tokoh-tokoh yang memegang keris. Cerita mengenai keris yang lebih jelas dapat dibaca dari laporan seorang musafir Cina bernama Mn HUAN. Dalam laporannya Yingyai Sheng-lan di tahun 1416 Masehi, ia menuliskan pengalam-annya sewaktu mengunjungi Kerajaan Majapahit. Ketika itu ia datang bersama rombongan Laksa-mana Cheng-ho atas perin-tah Kaisar Yen Tsung dart dinasti Ming. Di Majapahit, Ma Huan menyaksikan bahwa hampir scmua lelaki di negeri itu memakai pulak, sejak masih kanak-kanak, bahkan sejak berumur tiga tahun. Yang disebut pulak oleh Ma Huan adalah semacam belati lurus atau berkelok-kelok. Jelas yang dimaksud adalah keris. Kata Ma Huan dalam laoparan itu These daggers have very thin stripes and within flowers and made of very best steel; the handle is of gold, rhinoceros, or ivory, cut into the shape of human or devil faces and finished carefully. Laporan ini membuktikan bahwa pada zaman itu telah dikenal teknik pembuatan senjata tikam dengan hiasan pamor dengan gambaran gads-garis amat tipis serta bunga-bunga keputihan. Senjata ini dibuat dengan baba berkualitas prima. Pegangannya, atau hulunya, terbuat dan emas, cula badak, atau gading. Tak pelak lagi, tentunya yang dimaksudkan Ma Huan dalam laporannya adalah keris yang kita kenal sekarang ini. Pusaka Keris Singo Pandawa Luk 5 Asli Sepuh Mataram 8 Gambar timbul mengenai cara pembuatan dapat disaksikan di Candi Sukuh, di lereng Gunung Lawu, di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada candra sengkala memet di candi itu terbaca angka tahun 1316 Saka atau 1439 Masehi. Cara pembuatan keris yang digambarkan di candi itu tidak jauh berbeda dengan cara pembuatan keris pada zaman sekarang, baik peralatan kerja, palu dan ububan, maupun hasil karyanya berupa keris, tombak, kudi, dan lain sebagainya. dunia keris
kerissebenarnya adalah senjata khas yang digunakan oleh daerah yang memiliki rumpun melayu atau bangsa melayu seperti sumatera, jawa, malaysia, Brunei, Thailand, dan Filipina. namun, pada umumnya saat ini keris dikenal di daerah Indonesia terutama di daerah jawa. Dahulu keris dipergunakan sebagai senjata, alat pusaka, aksesoris untuk pakaian
Pernikahan adat Solo pun tidak lepas dari roncean bunga melati. Bunga melati yang dirangkai sedemikian rupa itu memiliki jenis yang beragam. Apa saja ragamnya? Ini dia roncean bunga melati seperti dilansir dan 1. Bunga Bangun Tulak. Roncean melati ini digunakan untuk menutupi kedua lobang sanggul Bangun Tulak, agar irisan pandan tak kelihatan sekaligus sebagai hiasan pada sanggul agar tampak lebih menarik. Melati yang masih kuncup dirangkai berurutan dari kelopak kebatang bunga yang panjang kemudian di lingkarkan hingga berbentuk oval. 2. Bunga Kolong Keris. Kolong Keris adalah bunga untuk kalung keris pengantin pria. Terbuat dari 2 jenis bunga melati yang masih kuncup dan setengan mekar, bunga kantil, bunga aster dan bunga mawar merah. 3. Bunga Gombyok Keris. Gombyok keris dibuat dengan model usus-ususan atau bawang sebungkul yang dipasang pada roncean kolong keris. Kemudian diberi mawar merah pada sambungannya. 4. Jatuh Dada/Tiba Dodo. Tiba dodo terdiri dari 3 untaian melati yang berbentuk bawang sebungkul. Biasanya, rangkaian ini digunakan pada pernikahan adat Solo Putri. 5. Kalung. Rangkaian bunga melati dengan bentuk banga sebungkul yang dirangkai melingkar untuk dijadikan kalung pengantin pria di atas beskap langenharjan Solo Putri. 6. Lar-laran. Dipakai di atas konde sebagai batas antara rambut asli dengan sanggul hairpiece. Rangkaian ini dimulai dengan menusukkan pada badan bunga sebanyak-banyaknya, kemudian diatur sejajar dan melingkar serta dibuat sepanjang lebar sanggul yang dipakai. Pasti Anda semua setuju bahwa roncean bunga melati pada pernikahan adat Jawa sangat indah dan beragam, bukan? Oleh Clara Marhaendra Wijaya vem/ver .
  • pmjeb8d2dg.pages.dev/261
  • pmjeb8d2dg.pages.dev/282
  • pmjeb8d2dg.pages.dev/5
  • pmjeb8d2dg.pages.dev/370
  • pmjeb8d2dg.pages.dev/346
  • pmjeb8d2dg.pages.dev/491
  • pmjeb8d2dg.pages.dev/66
  • pmjeb8d2dg.pages.dev/356
  • asal usul keris melati ronce